17 Jul 2017

OH TIDAK… Anakku keranjingan TV dan Gadget!

Seiring dengan berjalannya waktu arus perkembangan teknologi kini semakin canggih, tentunya tidak sedikit pula orangtua yang membiarkan anakknya diasuh oleh tayangan televise dan gadget. Alih-alih supaya anaknya tidak gagap teknologi, kebanyakn orangtua malah kelolosan sehingga anak-anaknya keranjingan televisi dan gadget. Kondisi tersebut berdampak pada perkembangan anak dimana anak menjadi malas melakukan aktivitas fisik, tidak mudah bergaul, kurang peduli lingkungan, sampai permasalah emosional menjadi kendala.
Ironisnya dengan kondisi tersebut orangtua malah merasa leluasa untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa digerecoki oleh anak-anaknya. Mereka menganggap bahwa dengan membiarkan anak menonton televise ataupun bermain gadget, mampu membuat anak menjadi tenang, tidak aktif bergerak, dan orang tuapun bebas melakukan aktivitasnya. Tapi tahukah anda rata-rata perhari anak yang mengalami keranjingan TV dan gadget menghabiskan 13 sampai 15 jam perminggu untuk menonton televisi dan melakukan kegiatan bersama gadgetnya.
Bayangkan apaila waktu tersebut bisa dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya yang dapat mengasah kemampuan anak kita. Berdasarkan hasil penelitian, yang disampaikan dalam sebuah seminar perkembangan, ternyata televisi hanya memiliki sedikit unsur tayangan yang bersifat mendidik, berikut datanya :
Iklan  39,74%
Sinetron 30,97%
Berita 15,68%
Film 9,31%
Hiburan 7,30%
Olahraga 0,94%
Pendidikan 0,07%
Tentu saja dengan presentasi nilai pendidikan yang hanya memiliki persentasi 0,07% sudah tentu nilai positif yang dapat diambil oleh seorang anak yang banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi dan Gadget (tanpa bimbingan orang tua) hanya sedikit sekali.
Lalu, sejauh manakah pengaruh televisi terhadap perilaku agresi dan perkembangan anak? Sadarkah kita  bahwa televise dan gadget akhir-akhir ini menjadi masalah sosial yang harus kita tangani dengan segera?

Dalam suatu investigasi longitudinal, jumlah kekerasan yang ditonton di televisi pada usia 8 tahun berhubungan secara signifikan dengan keseriusan tindakan-tindakan kriminal yang dilakukan sebagai seorang dewasa (Huesmann,1986). Dalam investigasi lain, menonton kekerasan melalui televisi dalam waktu yang cukup lama berhubungan secara signifikan dengan kemungkinan agresi pada anak laki-laki berusia 12 hingga 17 tahun (Belson,1978). Anak laki-laki yang cenderung menonton kekerasan dalam tayangan televisi maupun gadget mampu melakukan tindak kejahatan, kekerasan, agresif dalam berolahraga, senang menganncam, menyakiti teman. Selain itu, sinar yang datang dari layar tanpa jeda membuat mata tak punya kesempatan untuk memperbaiki dirinya sehingga timbul kelelahan pada anak. Dampak lain yang bisa timbul adalah, band arm vibration syndrome dimana tangan bergerak sendiri sehingga susah dikoordinasikan, syarafnya rusak hingga sulit melakukan kegiatan sehari-hari.


Televisi dan gadget pada umumnya memang memiliki pengaruh yang negatif terhadap perkembangan anak, adapun cara yang dilakukan oleh ”si televise dan gadget” adalah dengan 1) membuat anak menjadi pembelajar yang pasif; 2) sulit terlibat dari pekerjaan rumah yang pada dasarnya diusia dini anak harus diperkenalkan pada tugas-tugasnya dirumah; 3) memberi mereka agresi model kekerasan; 4)memberi pandangan yang tidak realistik pada dunia.
Albert Bandura mengemukakan bahwa proses belajar pada anak terjadi melalui peniruan (imitasi) terhadap orang lain yang dilihat oleh anak. Anak melihat perilaku orang lain dan kemudian mengadopsi perilaku tersebut. Berdasarkan pernyataan  tersebut, sudah jelaslah bahwa anak berperilaku atas dasar imitasi, mereka peniru yang ulung, mereka mampu menjadi seorang yang positif ataupun negatif tergantung dari apa yang mereka lihat dan contohkan.

Lalu apa yang harus dilakukan ketika anak kita keranjingan TV dan Gadget?

Untuk mengatasinya, buatlah peraturan bersama dengan anak-anak. Tapi perlu kita ingat bahwa peraturan yang dibuat bersama anak sifatnya universal, sehingga harus berlaku juga untuk seluruh anggota rumah. Contohnya, ketika sudah disepakti untuk tidak menonton televisi di jam-jam tertentu, maka hal tersebut tidak hanya berlaku untuk anak saja, namun orangtua juga harus mematuhinya. Katakan pada anak tayangan dan games apa saja yang bisa anak lihat, kemudian batasi waktunya seperti misalnya memberi bonus waktu lebih lama saat akhir pekan.
Selanjutnya, buatlah jadwal kegiatan satu hari dirumah menggunakan chart warna warni yang bisa memotivasi anak, chart ini dapat berfungsi untuk melatih anak agar disiplin dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, perlu kita ingat bahwa menerapkan disiplin pada anak haruslah menyenangkan. Pada tahap ini orangtua harus konsisten menjalankan jadwal yang sudah dibuat bersama, orangtua juga harus menjadi contoh agar anak dapat meniru hal baik dan tidak teralih lagi dengan televisi dan gadgetnya, pastikan jadwal yang telah dibuat sesuai dengan proporso usia anak, hindari sikap otoriter dan hal penting lainnya adalah menjalin komunikasi dua arah, dimana orangtua harus menyadari dan mempertimbangkan apa yang menjadi keinginan si anak untuk menjalankan proses disiplinnya.
Hal yang terakhir adalah, jangan lupakan pentingnya melakukan aktivitas outdoor bersama, seperti bersepeda, bermain bola, pergi ketaman, berenang dsb. Pastikan anak selalu merasa dipenuhi kebutuhan afeksinya dan merasa diinginkan oleh lingkungannya. Dengan demikian televisi dan gadget akan jadi tidak menarik lagi baginya.

Childreen see Childreen do!

Oleh : Eka Annisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar